Ada beberapa hal yang senang saya lakukan secara berulang-ulang selama hidup. Salah satunya adalah menonton pertunjukan musik Frau – yang terdiri dari Lani dan pianonya yang diberi nama Oscar. Sudah beberapa kali saya melakukannya, di berbagai tempat dan suasana yang berbeda. Pernah di sebuah ruangan kecil outlet distro. Pernah pula di auditorium kampus yang sangat besar.
Ada rasa yang membuat saya ingin terus kembali menonton konser Frau: tegangan kecil yang menjalar ke seluruh tubuh, naik perlahan membuat hati menghangat, lalu berujung pada sembab di haru di mata. Mungkin kita bisa menyebutnya sederhana dengan kata Bahagia.
Dentingan suara Oscar sang piano dan vokal surgawi Lani bersiasat dengan harmonis memanggil untuk terus kembali merasakan kebahagian itu. Persis seperti yang saya rasakan saat menonton video dokumentasi konser Peluncuran Album Happy Coda tahun 2013.

Saat itu, di tahun 2013, saya sungguh panasaran lantas bertanya-tanya, kapan kiranya dokumentasi pertunjukan ini akan dipublikasikan. selepas konser hanya ada video highlight berdurasi sekitar tiga belas menit yang tayang di kanal Youtube Leilani Frau . Rasa penasaran saya ternyata baru bisa terobati setelah tujuh tahun berlalu. Hari ini di masa pandemi yang memaksa kita untuk tinggal di rumah, saya menonton video konser ini dengan khidmat.
Konser Peluncuran Album Happy Coda dilaksanakan pada di IFI Jogja pada 28 dan 29 Agustus 2013. Alih rupa konser ini dalam bentuk video dokumentasi kemudian selesai diprodukis tujuh tahun kemudian dan dapat ditonton secara berbayar pada 21-22 Mei 2020. Mereka yang sempat hadir pada pertunjukan tersebut sungguhlah beruntung. Konser ini diproduksi dengan sangat menarik secara visual. Pun dengan tata artistic pertunjukan yang digarap secara apik oleh Papermoon Puppet Theater.

Kehadiran Papermoon Puppet Theater sebagai kolaborator pertunjukan tampil tidak hanya sebagai latar pelengkap penampilan Frau. Ada interaksi yang terbangun di antara keduanya sepanjang konser. Membuat video dokuemntasi sepanjang 50 menit 46 detik ini terasa semakin kaya dan menyentuh.
Konser ini memainkan semua lagu yang ada di album kedua Frau, Happy Coda. Frau membuka pertunjukannya dengan lagu Something More. Visual pembuka di atas panggung ditata seakan kita menyaksikan tetangga yang sedang memainkan piano dari balik jendela rumahnya. Tata cahaya diset berwarna merah temaram yang menciptakan suasana yang sangat intim.
Pada setiap jeda, Lani bercerita tentang kisah di balik setiap lagu di album Happy Coda. Gaya bercerita Lani di atas panggung saya rasa salah satu yang akan selalu dirindukan oleh para penonton konsernya. Terdengar canggung dan terkadang salah tingkah. Namun dengan cara itu Ia menghadirkan interaksi dengan penonton lewat tertawa bersama.

Misalnya pada jeda setelah Lagu Water, Lani bercerita tentang pengalamannya bertemu dengan seorang perempuan sebaya dirinya di sebuah desa di Pekalongan. Mereka lantas berbagi perspektif tentang cara memandang kebahagiaan dalam hidup. Lani muda yang masih senang berkelana diibaratkan sungai mengalir mengukuti arah liukan panjang. Sedangkan rekan bicaranya merupakan ibu muda yang hidup menetap di desa asri bak danau yang tenang. Dari situlah tercetus ide menuliskan lagu Water.
Interaksi Frau dan Papermoon Puppet Theater juga mulai terbangun sejak lagu Water. Saat Frau memainkan tembangnya, tampak boneka perempuan tua yang sedang menyiapkan minuman. Minuman tersebut lantas dihidangkan kepada Lani. Masih sambal bernyanyi, senyum Lani lantas terkembang kepada si boneka saat menerima minuman tersebut. Salah satu adegan paling manis di konser ini bagi saya.

Siasat para pemain judi kartu ditampilkan oleh Papermoon Puppet Theater pada saat Frau membawakan lagu Empat Satu. Sesosok boneka lelaki paruh baya yang berperan sebagai si tuan berhadapan dengan dua lawan ditampilkan secara dramatis mengikuti dentingan suara piano Oscar. “Ambil dan buang, terdengar mudah tapi susah. Cari aman atau kau pilih ‘tuk menantang,” lirik dari Frau menjadi semacam narasi dari adegan di meja judi tersebut.
Video dokumentasi ini diproduksi sedemikian rupa hingga kita yang menonton merasakan pengalaman seperti menonton konser sungguhan. Hampir sepanjang film scene dibuat menjadi dua bagian. Hal ini memungkinkan kita untuk menyaksikan penampilan Frau dan Papermoon secara bersamaan. Angle pengambilan gambarnya pun cukup memanjakan mata. Emosi penampil tertangkap dan sampai kepada kita yang menonton dari rumah.
Yang juga membuat video dokumenter ini menghadirkan pengalaman seperti nonton konser aslinya adalah produksi audionya yang turut merekam suara-suara di luar musik Frau. Interaksi yang terjalin tidak hanya terjadi antara kedua penampil, tetapi juga para penonton. Selain tepuk tangan, suara penonton berupa batuk ataupun dehaman acap kali terdengar di sela-sela konser. Aksi komikal Papermoon saat lagu Suspend dimainkan juga menghadirkan tawa dari penonton. Suara-suara tersebut tidak sampai jadi distorsi yang mengganggu namun turut melengkapi nuansa konser dalam video ini.

Menonton kembali Konser Happy Coda dalam bentuk video dokumenter membawa saya kembali ke memori masa awal jatuh hati pada karya-karya musikal Frau. Juga tentu saja cukup ampuh mengobati rasa rindu hadir di konser yang di masa pandemi ini mustahil untuk dilakukan. Siasat berkesenian serupa yang dilakukan Frau ini sudah sepatutnya ditiru oleh musisi ataupun seniman lainnya untuk menghadapi kehidupan normal yang baru.